Jadi ceritanya gini, UKT (uang kuliah tunggal) yang sejak pertama kali diterapkan dikampus kami pada tahun 2013, menuai banyak kritik dari mahasiswa maupun dosen. Kritikan tersebut hadir bukan tanpa alasan, pada penerapannya UKT seringkali salah praktik dan tidak tepat sasaran. Hal ini disebabkan para pejabat kampus gagal paham terhadap kebijakan yang satu ini.
Kasus yang sekarang terjadi terkait dengan persoalan biaya operasional PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) di Fakultas Kesehatan Masyarakat. UKT yang harusnya merekap semua pembiayaan terkait perkuliahan dalam satu semester (termasuk biaya PBL, LAB, dll) ternyata dipahami secara serampangan oleh WD 2 di fakultas kami. Pada kasus ini, mahasiswa yang telah membayar UKT di awal semester harus mengeluarkan lagi uangnya untuk biaya operasional PBL dengan alasan anggaran dana yang direncanakan ternyata tidak cukup untuk membiayai pelaksanaan perkuliahan tersebut.
Hal ini secara tersirat telah membuktikan bahwa proses penganggaran dana yang dilakukan oleh WD 2 (sebagai penanggung jawab keuangan fakultas) untuk pelaksanaan PBL tidak tepat guna. Sebab dia tidak mempertimbangkan biaya-biaya operasional yang akan dikeluarkan. Hal ini juga membuktikan bahwa tidak ada proses pembelajaran yang dilakukan oleh WD 2 terkait PBL yang telah dilaksanakan sebelumnya. Barangkali yang dia lakukan hanya sekedar menganggarkan dana saja sebagai upaya menggugurkan tanggung jawabnya. Padahal seperti yang kita ketahui bersama, hadirnya UKT ialah untuk menghilangkan pembiayaan-pembiayaan seperti ini, karena semua biaya operasional terkait perkuliahan sudah dibebankan pada pembayaran UKT di awal semester.
Dia (WD 2) juga menyebutkan bahwa UKT itu juga digunakan untuk membiayai keberangkatan mahasiswa yang mengikuti seminar diluar kota. Padahal sudah sangat jelas bahwa yang dibiayai oleh UKT adalah seluruh biaya operasional perkuliahan saja, bukan biaya diluar operasional perkuliahan seperti berangkat menghadiri seminar diluar kota. Dengan demikian berdasar kasus dan ucapan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa WD 2 fakultas kami masih gagal paham dan gagap terkait penerapan dan pengelolaan dana UKT.
Hal lain yang kemudian membuat mahasiswa geregetan terhadap beliau adalah sikapnya yang anti kritik dan tidak membuka diri untuk berdiskusi persoalan dana UKT. Lantas keresahan yang dialami mahasiswa di fakultas kami berbuah menjadi kecaman terhadap beliau. Jika sikapnya yang sangat arogan dan eksklusif tersebut tidak mau ia rubah, maka jangan salahkan kami dan seluruh kawan-kawan mahasiswa ketika melakukan hal-hal yang diinginkan. Kami akan meramaikan kampus yang sudah mulai sepi dengan agenda-agenda kami. So, Bagi seluruh kawan-kawan mahasiswa sedunia, bersatulah !!!
M.Mario Hikmat.A,
Wakil Presiden BEM FKM UNHAS periode 2015-2016
Komentar
Posting Komentar