Mereka (Perempuan) yang Saya Sebut Pejuang

“jikalau tidak dengan mereka(Perempuan)
kemenangan tidak mungkin kita capai….”- V.Lenin
Saya yakin Negara ini dibangun oleh keringat hasil jerih payah para perempuan. Sangat banyak tokoh-tokoh perempuan yang ambil andil dalam melawan segala bentuk penindasan di Negeri ini. Seperti halnya yang dilakukan R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Zohra Andi Baso, Marsinah dan perempuan lainya .Merelakan tanah yang menjadi tempat mereka berpijak untuk ditetesi air mata, darah dan nanah itu suatu pengorbanan yang luar biasa. Tanpa mereka, para lelaki di Negeri ini seperti elang yang kehilangan satu sayapnya.
Kalau mau dilihat, jumlah perempuan semakin meningkat jika dibandingkan dengan jumlah laki-laki. Tapi, apakah dengan meningkatnya jumlah tersebut dibarengi dengan lahirnya pejuang-pejuang perempuan? kalau dikatakan meningkat sepertinya tidak, ini bukan berarti saya tidak mengaminkan bertambahnya perempuan tangguh di negeri ini, saya hanya mengatakan sesuai dengan pengetahuan saya yang sangat minim. Walaupun tidak berbanding lurus dengan penigkatannya, setidaknya masih ada beberapa yang sempat saya temui di lorong-lorong kecil di negeri ini.ya masih ada.
Perempuan-perempuan tersebut sampai saat ini masih tetap berada pada jalur perjuangannya. Seperti ibu-ibu di Rembang yang tidak akan menyerah untuk menolak pembangunan Pabrik semen karena menganggap hadirnya pabrik tersebut akan mengancam kondisi lingkungan serta keberlangsungan kehidupan mereka kedepannya. Kesiapan untuk berhadapan dengan pemilik perusahaan semen tersebut tak bisa diragukan,mereka juga sudah siap menanggung segala resikonya.mereka dipaksa kalah namun mereka tidak akan menyerah. Sudahi Eksploitasi lingkungan yang hanya bertujuan untuk meraup keuntungan pribadi.
Sumber Foto: www.google.com
Dipojok negeri ini juga terdapat para pejuang kemanusiaan yang tentunya mereka adalah perempuan. Yang mereka  lakukan memang berbeda dengan apa yang dilakukan para ibu-ibu di Rembang, mereka tidak berhadap-hadapan dengan polisi bayaran, mereka tidak melakukan aksi demo, tapi perbedaan tersebut tidak mengurangi nilai juangnya untuk menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan. Membantu para pasien yang kekurangan darah dengan mendonorkan darahnya atau berusaha menghubungi teman-temanya agar bisa membantu mendonor itu mereka lakukan karena kesadaran mereka sebagai seorang manusia. Ini mereka lakukan tanpa mengharapkan imbalan apapun, lucunya mereka juga menolak kalau ada yang memberikan sesuatu kepada mereka.
Kesadaran tersebut lahir dari kondisi realitas yang sangat tidak baik-baik saja, yang membuat mereka gerah kalau hanya berdiam diri dan membusuk di kamar rumahnya. Dimanapun,kapanpun, dan siapapun mereka siap mengulurkan tangannya untuk menolong sesama.
"Tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan,selain menimbulkan senyum diawajah orang lain,Terutama wajah yang kita cintai" - R.A.Kartini
Setelah berusaha membantu mencari pendonor, aksi mereka dilanjutkan. Jadwal sudah disusun secara rapi agar mereka bisa menyempatkan diri membagi senyuman manis mereka pada anak-anak penderita kanker yang sedang dirawat di Rumah sakit. Mereka berpikir walaupun tidak bisa menyembuhkan setidaknya masih bisa berbagi kecintaan lewat senyuman. Berbagi kebahagiaankan tidak mesti dengan uang ataupun mainan. Mungkin hanya itu yang mereka bisa bagi kepada anak-anak tersebut, ini bukan seberapa besar atau kecil yang mereka berikan ,tapi ini tentang ketulus-ikhlasan mereka dalam berbagi kebahagiaan. “Jangan biarkan bumi ini basah karna air matanya, kesedihan mereka adalah kesedihan kita” ungkap mereka.
(Teman-teman yang saya kenal ini bisa ditemukan di Makassar, sebenarnya terdapat juga para lelaki, yang bergelut didalamnya, mereka menyebut komunitasnya dengan nama “Lingkar Donor Darah Makassar (LDDM)”.)
            Saya bisa sedikit tersenyum, ternyata masih ada sampai saat ini yang bisa konsisten dalam memperjuangkan keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan. Perempuan-perempuan tersebut menolak untuk bergandengan tangan dengan arus globalisasi yang menyesatkan. Mereka beranggapan Perempuan dituntut untuk cerdas agar bisa membuat benteng pertahanan terhadap serangan penindas para perempuan baik secara fisik ataupun non fisik.
 Mereka yang tidak adil terkait hak-hak perempuan, yang hanya menganggap perempuan sebagai bagian sub-ordinat dari laki-laki kemudian diberikan perlawanan agar mereka sadar bahwa laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya kecuali dalam hal fisik. Mereka sama-sama manusia.
            Perempuan-perempuan tersebut saya katakan pejuang karena mereka tidak terlena oleh hingar bingar dunia modern yang kemudian meng-Alienasi-kan mereka dari fitrahnya sebagai seorang perempuan. Alih-alih meneguhkan keperempuanannya, modernitas malah menjadikan perempuan semakin tidak mengenal dirinya, semakin buas dan semakin mengalami kehampaan hidup1. Zaman yang sangat edan membuat perempuan semakin terpojokkan, kehidupan yang dipenuhi dengan huru-hara dilanjutkan dengan maraknya penindasan dan pengeksploitasian terhadap perempuan, Menjadikan perempuan sebagai komoditas kemudian menjadi hal yang dianggap wajar. Sedang disisi lain masih ada mereka yang sadar akan keperempuanannya berdiri kokoh mempertahankan martabatnya serta memperjuangkan hak-haknya dan berusaha untuk tetap konsisten terhadap nilai-nilai yang mereka jaga.
            Saya masih berharap banyak terhadap peremuan-perempuan negeri ini. Semoga saja nantinya tidak terlalu susah untuk menemukan pejuang-pejuang perempuan tersebut. Perempuan yang marah,resah,dan gelisah tetapi tidak pasrah dalam melihat fenomena dan memperbaiki kondisi di sekelilingnya yang sangat jauh dari keadaan baik-baik saja.
Semoga Peningkatan jumlah perempuan dibarengi dengan peningkatan jumlah pejuang perempuan. Tanpa mereka takkan ada generasi cemerlang di negeri ini, karena mereka suatu saat akan menjadi seorang ibu. “Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya” pastinya dari ibu-ibu pejuanglah akan lahir pula generasi pejuang.

“Mungkin ku tak mampu usir gelap ini.
Namun, dengan nyala lilin nan redup ini
akan kuperlihatkan beda terang dan gelap.
Kebenaran dan kebathilan.
Seseorang yang menatap cahaya
meski temaram
kan menyala dihatinya yang dalam”
– Mustafa Chamran

Selamat Hari Kartini !!! Panjang umur perjuangan !!! Hidup Perempuan !!! MMHA
@IyoAnhari
_______________________________________________________________
1Alto Makmuralto,Dalam Diam Kita Tertindas,(Gowa:Liblitera Institute,2014)

Komentar