www.google.com |
Mungkin, Akulah kemungkinan yang betah
bertempat tinggal pada batas antara tawa dan bahagia
Aku juga rerantingan yang patah disenggol angin
saat mataku menata bunga-bunga di depan museum.
terlihat kau dalam posisi terbaikmu saat itu; tersenyum
malu sambil menuliskan apapun tentang langit dan sedikit
ingatan tentang laku diriku.
Genggamanmu kini bukan lagi hantu yang menakuti
lelaki tua diseberang jalan, kau menjelma suara yang
jatuh dari ketinggian kepalamu yang penuh rindu, juga
hembus angin dari akumulasi jejak kenangan yang
tenang ketika menelisik pelan dibawah daun telingaku.
Aku berada pada ambang hidup yang riuh dengan
huru-hara; antara kisah cinta dan secuil cerita tentang
luka. pada setiap duka lahir pikiran tentang pilihan.
Suara bisik yang sumbang dan sorak hiruk-pikuk
hidup membuatku tidak memilih apapun.
Perjalanan kini menjadi hal yang ditumbuhi dengan
kepasrahan. sebab tak ada lagi jeda dan beberapa
spasi untuk memilah tentang segala. Dikejar ketakutan
dan dihantui rasa sesak menjadi agenda rutin yang
memenuhi jadwal dihari-hari penuh purnama.
Namun, pada detik-detik yang terancam, pada penantian akan desir hujan,
pada apapun yang menjadi alasan untuk bertahan, aku tetap pada mataku
yang memilihmu diantara rindu yang menderu-deru.
Makassar, Oktober 2015
Mario Hikmat
Komentar
Posting Komentar